Thursday, March 09, 2006

INDONESIA:
Negeri dalam Lipatan Kitab

Mengapa begitu banyak orang menderita?
- Karena sebagian besar penghasilannya diambil oleh pemerintah. Itu sebabnya ia menderita.

Mengapa begitu banyak orang memberontak?
- Karena terlalu banyaknya campur tangan pemerintah. Itu sebabnya mereka memberontak.

Mengapa begitu banyak orang tidak ingat akan kematian?
- Karena peraturan-peraturan pemerintah yang membuat mereka sibuk dan berjerih payah untuk mencari nafkah. Itu sebabnya mereka tidak ingat akan kematian.

Pemerintahan yang bijak tidak akan banyak mencampuri urusan rakyatnya, sehingga selalu didukung dan terjadi kerjasama yang baik antara rakyat dan pemerintah.


- syair ke-75 Tao Teh Ching; Lao Tze -

Untuk negeri ini, yang sedang berada diambang perpecahannya. Saat penderitaan mendera, warganya malahan sibuk berseteru tentang sebuah rancangan undang-undang yang melangkahi wilayah privat individu, memecah belah keberagaman yang telah diperjuangkan untuk hidup bersama oleh para pendiri bangsa, mengekang raga dan ekspresi jiwa, memenjara perbedaan atas nama Moral.

Moralitas tidak bisa dibangun dari kata-kata yang distempel dalam kitab-kitab hukum negara. Kebaikan tak bisa dipaksakan. Ia harus muncul sendiri dari dalam, seperti buah yang matang sempurna. Ia bisa diajarkan, dipetuahkan, diperbincangkan.. tapi tidak bisa dipaksakan. Jadilah baik, maka perilaku Anda akan baik dengan sendirinya. Jika kita butuh peraturan untuk menjadi baik, ketahuilah, kita belumlah orang baik-baik.

Beri anak-anak bangsa cara bagaimana memilah dan memilih yang baik bagi dirinya sendiri. Ya, aturan perlu pada batas-batas tertentu, tapi kita sama sekali tidak butuh kekangan. Beri anak-anak bangsa senjata untuk melindungi dirinya sendiri, tanpa perlu menaklukan orang lain. Beri mereka kebebasan tapi juga tumbuhkan rasa kepedulian.

Mungkin Lao Tze benar, bahwa "peraturan dibutuhkan bila masyarakatnya tidak sadar, sehingga perlu dikendalikan". Di negeri ini banyak orang tidak sadar, tapi saya yakin lebih banyak lagi mereka yang masih akrab dengan hati nurani, inti kesadaran. Mereka hanya tidak (belum) bersuara saja. Tapi Lao Tze yakin:

Yang keras dan kaku akan gagal;
Yang lemah dan yang lembut akan berhasil.


Bukankah ini esensi agama? Melembutkan jiwa. Menghaluskan rasa. Menghargai raga. Memanusiakan manusia seutuhnya. Bukan menaruhnya dalam lipatan kitab.