Wednesday, May 17, 2006

Forum yang Tak Harum

Konon, tak ada yang namanya kebetulan. Itu juga yang melintas di pikiran ketika tanpa sengaja saya masuk ke sebuah forum diskusi di internet. Yang dibahas memang macam-macam, tapi yang paling panas adalah subforum yang bertajuk ‘dialog antar agama’. Isinya lebih mirip saling salah menyalahkan dan ajang makian daripada sebuah dialog. Mungkin ada yang bisa saya ambil pelajaran dari forum-forum yang tak harum macam itu.

Forum--ada juga yang berupa blog--semacam itu sepertinya makin banyak bermunculan. Ada yang anggotanya gado-gado (lintas agama) yang lantas kemudian ‘diadu’ argumennya atas sebuah artikel/pendapat. Tajuk yang dipasang memang ‘kebebasan berpendapat’, dan benar saja, isinya cuma pendapat tanpa kerendahan hati untuk menghargai dan memahami pendapat orang lain. Dan jadilah debat kusir.

Forum yang lain memiliki anggota yang lebih sewarna, dalam agama atau kelompok yang sama. Isinya memang tak sepanas forum gado-gado karena pendapat yang muncul relatif tak saling ekstrem tapi tetap saja akan memanaskan hati mereka yang ada di luar kelompok tersebut. Di sana, semua dibahas hanya dari satu sudut pandang saja. Nyaris tak ada perbedaan atau penyeimbang. Namun, sama dengan forum yang saya sebut di awal, forum seperti ini juga tak menawarkan kesejukan di dunia yang makin panas ini.

Pertanyaan muncul dalam benak saya: apa yang sedang terjadi? Mengapa masyarakat sekarang--fenomena serupa juga muncul tak hanya di dunia maya--lebih susah menghargai perbedaan? Mereka kehilangan daya nalar dan pertimbangan (karena nyaris tak ada yang mencoba menyelidiki dengan seksama artikel yang dipakai untuk memulai sebuah forum diskusi)--semua ditelan mentah-mentah lalu diterima sebagai kebenaran mutlak. Sepertinya semua orang mengidap xenophobia, ketakutan pada orang lain (yang tidak se-label).

Ada yang memberi solusi: ya, tidak usah dibaca saja. Benar juga, sih. Karena apapun yang masuk ke dalam forum seperti itu tidak akan dipercaya jika hati dan pikiran mereka yang tergabung di dalamnya sudah terkunci mati. Sayangnya, kebanyakan dari mereka yang tergabung adalah generasi muda atau setidaknya masuk dalam rentang usia produktif... energi mereka terbuang percuma. Padahal energi yang sama bisa dipakai berkarya dan membangun sekitarnya.

Saya mencoba menganalisis perilaku mereka. Menurut saya, apa yang mereka lakukan--debat dan pembelaan diri--adalah bentuk rasa ketidakamanan yang mereka rasakan. Mereka merasa terancam baik oleh faktor luar (orang, ideologi, pendapat, atau situasi lain) maupun faktor dalam. Sepertinya faktor dalam ini yang paling ‘mencekam’, yaitu rasa tidak percaya diri. Mereka sesungguhnya ragu pada keyakinan atau pendapat atau status mereka sendiri, namun tak kuasa menghentikannya. Itulah sebabnya--sebagai mekanisme pertahanan diri--mereka ‘menyerang’ pihak lain lebih dulu: sebanyak-banyaknya ‘melukai’ pihak lain agar merasa digdaya.

Ongkos yang dibayar mereka pun menjadi sangat mahal: rusaknya persatuan bangsa, merebaknya kebencian yang adalah penghalang kemajuan, dan tersia-saiakannya waktu dan tenaga mereka. Forum-forum seperti ini sebaiknya tidak dibiarkan hidup. Bukan dengan melarang atau menutup paksa, tapi lebih baik kita tak ikut terlibat di sana. Lebih baik kita berbuat sesuatu demi kemajuan bersama yang mengharumkan nama bangsa dan agama daripada berkubang di forum-forum yang tak harum.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home