Saturday, May 06, 2006

Galungan

Umat Hindu di Bali sedang bersuka. Hari ini mereka merayakan kemenangan Dharma atas Adharma. Setiap rabu kliwon pada minggu kesebelas (wuku Dungulan) diperingati sebagai hariraya Galungan, yang disusul sepuluh hari kemudian oleh hariraya Kuningan. Galungan dan Kuningan mungkin adalah hari raya termeriah dalam kalender Bali.



Galungan dirayakan pertama kali pada 804 Masehi. Kemeriahan perayaannya yang pertama ini dilukiskan dalam kitab Purana Bali Dwipa, bahwa Bali tak ubahnya seperti Indraloka, khayangan para dewa. Tidak seperti sekarang, Galungan ketika itu jatuh pada hari kelima belas (purnama) bulan Kartika (sekitar Oktober). Sempat tidak lagi dirayakan selama 23 tahun pada masa pemerintahan Raja Sri Ekajaya (1103 Saka), Galungan kembali hidup di Bali sebagai rerahinan gumi pada masa pemerintahan Raja Sri Jayakasunu (1126 Saka) hingga sekarang.

Galungan sendiri berarti pertarungan yang jaya. Pertarungan apa yang sedang dirayakannya? Galungan bukanlah perayaan kemenangan seorang raja yang bisa menaklukan sebuah wilayah jajahan baru. Ia bukan pula monumen waktu yang mengisahkan kejayaan seorang tokoh yang berhasil menduduki kursi jabatan tertentu. Lebih dari itu, Galungan menjadi peringatan tegaknya panji-panji Dharma yang akan selalu berjaya melawan Adharma.

Dharma dalam bahasa sansekerta punya akar kata dhr (baca: dhri). Artinya, menopang, menyangga, menyokong, mendukung, memangku. Apa yang disangga dharma? Alam semesta ini, termasuk manusia yang tinggal di secuil bagiannya. Dharma bisa juga dimaknai sebagai hukum alam, hukum dasar yang menggerakkan jagat ini. Matahari berpijar, bumi dan bulan yang berputar mengitari surya, air yang mengalir, biji yang tumbuh, semuanya ini bergerak sesuai dharma-nya masing-masing. Dan semua yang melanggar hukum ini disebut adharma.

Adharma tak hadir di luar sana. Tapi ia muncul di dalam diri manusia. Adharma adalah hidup yang tidak selaras dengan alam, yang tak perduli pada keharmonisan semesta. Adharma tumbuh dari nafsu yang tak terkendali.

Penebangan hutan tanpa memperhatikan lingkungan adalah adharma. Eksploitasi berlebihan air dan sumber daya alam lain juga wujud adharma. Menolak pluralitas dan segala bentuk aksi kekerasan (himsa) yang dilakukan untuk memaksakan kehendak juga adharma.

Maka, Galungan adalah peringatan: siapa saja yang melawan harmoni alam, niscaya--cepat atau lambat--ia akan ditaklukkan. Dharma pasti akan menang!

Dharma juga sering dimaknai sebagai kebajikan, kewajiban, kebenaran. Sehingga Galungan juga menawarkan kekuatan agar mereka yang saat ini sedang melawan kejahatan, penindasan, dan kesewenang-wenangan tidak menyerah. Karena dharma, kebenaran itulah yang akhirnya berjaya!

Adharma tak bisa dilawan dengan adharma juga. Jangan melawan kejahatan dengan berbuat jahat pula. Ia harus diperangi dengan Kebenaran dan Kesadaran.

Kuningan

Sepuluh hari kemudian, pada sabtu kliwon minggu berikutnya, masyarakat di Bali merayakan Kuningan. Kuning adalah warna padi yang telah siap dipanen, juga warna dari emas serta perlambang kemakmuran dan kegembiraan. Pada hari ini mereka berterima kasih pada Sang Mahapemberi.

Kuningan tak pernah bisa dipisahkkan dari Galungan. Ketika kita berpegang pada dharma, maka kesejahteraan dan kebahagiaan pasti akan mengikuti. Ketika kita tak bertindak rakus dan menguras alam berlebihan, maka kita akan memeperoleh hidup yang bersahaja. Hidup yang penuh guyuran berkah ini lebih berharga daripada hidup di antara harta benda yang mati. Inilah hidup yang sempurna.

Pada hari ini, umat tak meminta, namun berterima kasih. Mereka tak memohon lebih, tapi mensyukuri. Mereka berhenti sejenak untuk menikmati hartanya yang sejati: kehidupan.

Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan

0 Comments:

Post a Comment

<< Home